Working Mom

Baru mau keluar kantor propinsi, eh hujan. 

Lebih baik mengisi waktu dengan ngeblog. Kali ini saya tertarik untuk membicarakan tentang wanita yang bekerja. Sebagaimana kita ketahui, mencari nafkah itu bukan kewajiban bagi wanita. Namun di jaman sekarang ini, sangat lazim ditemukan wanita yang bekerja mencari nafkah terutama di kota besar. Bukan hanya di kota besar, kota kecil seperti Kendari pun banyak. 

Teringat sama teman kantor yang keduanya sama-sama bekerja di instansi dimana aku bekerja saat ini. Anak mereka sudah dua, yang pertama berumur 6 tahun dan yang kedua berusia 1 tahun. Setiap pagi rutinitas mereka, suaminya mengantar si sulung ke sekolah pukul setengah tujuh pagi, padahal masuk sekolah jam setengah 8 pagi. Suaminya itu harua segera ke kantor untuk absen pagi dengan meninggalkan si sulung sembari menunggu teman-temannya datang. Setiap pagi, temanku harus mengantarkan si bungsu ke rumah penjaganya. 

Ada seorang anak yang bertanya pada ibunya, mama mau nggak nitipin tas mahal mama ke orang lain? Mamanya jawab "Ya, enggak dong, nanti hilang atau rusak. "Terus kenapa mama titipkan aku sama bibi? Berarti aku ga.lebih berharga ya dari tas mama". Hmm, mungkin itu bukan percakapan sungguhan antara mama dengan anaknya, akan tetapi banyak yang seperti itu kejadiannya. Apalagi di kota besar, pergi pagi buta selepas subuh dan kembali lagi ke rumah menjelang isya. 

Saya rasa ga ada wanita yang ga kepengen merawat anaknya dengan tangan mereka sendiri, membentuk kepribadian mereka secara langsung. Tapi apa daya ketika keadaan yang memaksa seorang ibu untuk meninggalkan buah hatinya bersama orang lain. Apalagi seorang ibu yang terpaksa tidak dapat memberikan ASI kepada buah hatinya. Moment ini biasanya dimanfaatkan oleh produsen susu formula untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya. Astagfirullah. 

Kebersamaan dengan buah hati tentu saja ga bisa ditukar dengan rupiah. Masa tumbuh kembang anak hanya satu kali seumur hidupnya. Tidak bisa terulang lagi. Dan karakter anak sangat tergantung kepada orang-orang yang sering berinteraksi dengannya. Sedih jika orang pertama yang menyaksikan perkembangan anak dari ke hari bukanlah kita, orang tuanya. Sedih kalau yang tahu  pertama kali anak bisa bicara itu bukan kita. Sedih rasanya jika anak kita menangis saat ditinggal sama pengasuhnya. Apalagi kalau saat ditinggal sama kita reaksinya biasa-biasa aja. 

Kelak, saya ingin semua anak saya bisa mendapatkan ASI dengan cukup. ASI itu hak setiap anak meskipun dalam beberapa kasus memang ada yang tidak bisa memberi ASI bukan dengan sengaja. Semoga Allah meridhoi setiap langkah kita. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Kukusan Teknik (Kutek) dan Kukusan Kelurahan (Kukel)

Beasiswa APBN BPS MEKK UI 2018

Pengalaman Tes TOEFL ITP di Kendari